BAB II
PEMBAHASAN
Kalam Insya’ Thalabi
A. Amar
-Amar adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan
oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah.
- Amar mempunyai empat macam redaksi, yaitu fi’il
amar, fi’il mudhari” yang didahului dengan lam amar, isim fi’il amar,
dan mashdar yang menggantikan fi’il amar.
- Kadang-kadang redaksi amar tidak digunakan
untuk maknanya yang asli, melainkan kepada makna lain. Hal ini dapat diketahui
melalui susunan kalimat.Makna lain tersebut adalah untuk irsyad (bimbingan),
doa (permohonan),iltimas (tawaran), tamanni (harapan yang sulit
tercapai), takhyir (pemilihan), taswiyah (menyamakan), ta’jid (melemahkan
mukhatab), tahdid (ancaman), dan ibahah (kebolehan).
1. Contoh- Contoh
a. Di antara isi surat Ali kepada Ibnu Abbas yang saat
itu menjadi gubernur di Mekkah adalah: “Amma ba’du, maka dirikanlah ibadah haji
bagi manusia dan ingatlah mereka dengan hari-hari Allah. Imamilah mereka dalam
salat Maghrib dan Isya. Berilah fatwa kepada orang yang membutuhkannya. Ajarilah
orang bodoh. Dan saling mengingatkanlah dengan orang yang alim”.
b. Allah Swt. Berfirman :
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (
الحاج : 29 )
Dan hendaklah mereka menyempurnakan
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Baitullah).
(QS: Al-Hajj Ayat: 29)
(QS: Al-Hajj Ayat: 29)
c. Allah Swt. Berfirman
:
عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا
اهْتَدَيْتُمْ ۚ ( المائد ة : 105 )
jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat
kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. 2
d. Allah
Swt. Berfirman :
وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا (الإسراء : 23
)
Dan hendaklah berbuat baik kepada kedua ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya
e. Abuth- Thayyib berkata memuji Saifud-Daulah :
كَذَا فَلْيَسْرِمَنْ طَلَبَ الأَعَا دِى
وَمِثْلَ سُرَاكَ فَلْيَكُنِ الطِّلاَبُ
Demikianlah, hendaklah orang yang mencari musuh itu melakukan perjalanan
malam, dan hendaklah seperti perjalanan malammu orang-orang yang mencari musuh
itu melakukan perjalanan malam.
f. Ia
berkata munyerunya :
أَزِلْ حَسَدَ الْحُسَّادِ عَنِّى
بِكَبْتِهِمْ
فَأَنْتَ الّذِيْ صَيَّرْتَهُمْ لِيَ
حُسَّدَا
Hilangkanlah kedengkian para pendengki itu dariku
dengan menghinakan mereka, karena engkaulah orang yang menjadikan mereka dengki
kepadaku.
g. Imru-ul Qais berkata :
قِفَا نَبْكِ مِنْ ذِكْرَى حَبِيْبٍ
وَمَنْزِلِ
بِسِقْطِ اللِّوَى بَيْنَ الدَّخُوْلِ
فَحَوْمَلِ
Berhentilah bersama kita menangis, karena ingat kekasih dan kampong
halaman yang terletak di Siqthil-liwa, yaitu antara Dakhul dan Haumal.
h. Ia berkata
pula :
ألاَأَيُّهَا الَّيْلُ الطَّوِيْلُ أَلاَانْجَلِ
بِصُبْحٍ وَمَا الإِصْبَاحُ مِنْكَ
بِأَمْثَلِ
Ingatlah wahai malam yang panjang, alangkah baiknya
engkau menampakkan cahaya pagi, dan penampakan cahaya pagi olehmu
itu(sebenarnya) bukanlah suatu hal yang lebih baik.
3
i.
Al-Buhturi berkata :
فَمَنْ شَاءَ فَلْيَبْخَلْ وَمَنْ شَاءَ
فَلْيَجُدْ
كَفَانِى نَدَاكُمْ عَنْ جَمِيْعِ
الْمَطَالِبِ
Maka barang siapa menghendaki, hendaklah dia berlaku kikir dan barang
siapa menghendaki, maka hendaklah ia berderma. Kemurahannya telah mencukupiku
dari segala kebutuhan.
j.
Abuth-Thayyib berkata :
عِشْ عَزِيْزًا أَوْمُتْ وَأَنْتَ كَرِيْمٌ
بَيْنَ طَعْنِ الْقَنَا وَخَفْقِ الْبُنُوْدِ
Hiduplah sebagai orang yang terhormat, atau matilah sebagai orang yang
mulia antara mata lembing dan kibaran bendera.
k. Penyair
lain berkata :
إِذَالَمْ تَخْشَ عَاقِبَةَ اللَّيَالِى
وَلَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَاتَشَاءُ
Apabila engkau tidak khawatir terhadap akibat semua perbuatan dan kamu
tidak malu, maka kerjakanlah apa yang kau mau.
2. Pembahasan
Bila kita perhatikan contoh-contoh bagian pertama,
kita dapatkan bahwa masing-masing kalimat mengandung redaksi untuk menuntut
terjadinya sesuatu yang waktu itu belum terjadi dengan tuntutan yang bersifat
tekanan dan keharusan. Bila kita perhatikan, kita dapatkan bahwa pihak yang
menuntut itu lebih tinggi kedudukannya yang demikian dinamakan Amar (kata
perintah).Redaksi-redaksinya ada empat, yaitu :fi’il amar pada contoh
pertama, fi’il mudhari pada contoh kedua, isim fi’il amar seperti
pada contoh ketiga, dan mashdar pada contoh keempat.
Bila kita
perhatikan contoh-contoh bagian kedua, semuanya tidak digunakan dalam maknanya
yang hakiki, yaitu menuntut suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada
pihak yang lebih rendah sebagai suatu keharusan.
4
Abuth-Thayyib pada contoh kelima
tidaklah bermaksud menuntut atau mengharuskan, melainkan menasehati orang yang
bermegah-megahan dengan Saifud-Daulah serta menunjukkannya jalan yang ditempuh
oleh Saifud-Daulah untuk mencari keagungan.
Redaksi kalimat perintah pada contoh
keenam juga tidak dimaksudkan untuk maknanya yang asli, karena Abuth-Thayyib
Al-Mutanabbi berbicara dengan penguasanya, sedangkan penguasa itu tidaklah
dapat diperintah oleh salah seorang rakyatnya.
Pada contoh ketujuh, Imru-ul Qais
mengkhayalkan kehadiran dua orang sahabat yang dihentikannya dan diajak
menangis bersama, sebagaimana kebiasaan para penyair. Ia mengungkapkan rahasia
dirinya dan apa yang tersimpan dalam dadanya kepada kedua sahabatnya itu. Maka
redaksi ini bukanlah tuntutan dan pengharusan, melainkan sekadar tawaran.
Pada contoh kedelapan juga tidak
memerintah malam untuk melakukan sesuatu karena malam itu tidak mendengar dan
tidak akan melaksanakan perintah.Redaksi ini dimaksudkan sebagai tamanni
(harapan yang sulit terpenuhi atau pengandaian).
Bila perhatikan
contoh-contoh lainnya dan kita pahami susunan kalimatnya, maka kita dapatkan
bahwa redaksi amarnya tidaklah dimaksudkan untuk maknanya yang asli, melainkan
untuk takhyir (pemilihan), taswiyah (menyamakan),ta’jiz (melemhakan), tahdid
(ancaman), dan ibahah (kebolehan.
B. Nahyi (larangan)
-Nahyi(larangan)adalah
tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang disampaikan oleh seseorang
kepada orang yang martabatnya lebih rendah.
- Redaksi nahyi adalah
fi’il mudhari’, didahului dengan laaa nahiyah.
-
Kadang-kadang redaksi nahyi keluar dari maknanya yang hakiki dan menunjukkan
makna lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat serta kondisi dan
situasinya, seperti untuk doa,iltimas,tamanni,irsyad, taubikh, tai-iis
(pesimistis), tahdid, dan tahqir (penghinaan).
2. Contoh-Contoh
a. Allah
Swt.berfirman dalam melarang mengambil harta anak yatim tanpa hak :
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
(الانعام :152 )
5
Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,(QS. Al-An’am ;152)
b. Allah Swt.berfirman dalam melarang memutuskan silaturrahmi dengan
seseorang :
ولَا يَأْتَلِ
أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ (النور:
22 )
Dan janganlah
orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),(QS An-Nur : 22).
c. Abuth-Thayyib mencela Kafur :
لاَتَشْتَرِالْعَبْدَ
إِلاَّوَالْعَصَا مَعَهُ# إِنَّ الْعَبِيْدَ لأَنْجَسٌ مَنَاكِدُ
Janganlah kaubeli hamba kecuali sambil membeli tongkat, karena hamba itu
najis dan sedikit kebaikannya.
-pembahasan
Bila kita lihat contoh pertama, kita
dapatkan masing-masing berupa redaksi untuk melarang dilakukannya suatu
perbuatan dan bila kita perhatikan lebih jauh, maka yang melarang itu
derajatnya lebih tinggi dari pada yang dilarang. Larangan seperti ini termasuk
larangan yang hakiki. Yakni fi’il mudhari’ yang didahului laa Nahiyah .
Pada contoh kedua,kita dapatkan
seluruhnya tidak digunakan untuk makna larangan yang hakiki, melainkan
menunjukkan makna lain yang dapat dipahami berdasarkan susunan kalimat dan kondisi
serta situasinya.
Abuth-Thayyib pada contoh ketiga
semata-mata mengajak kepada kedua temannya untuk tidak menyampaikan kepada
Saifud-Daulah apa-apa yang mereka dengar darinya (Abuth-Thayyib) tentang
keberaniannya, penyerangannya terhadap musuh, dan bagusnya semangat perang
karena ia adalah seorang pemberani, dan setiap orang pemberani akan merindukan
perang bila diberitahukan kepadanya.
6
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
-Amar adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan
oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah.
- Amar mempunyai empat macam redaksi, yaitu fi’il
amar, fi’il mudhari” yang didahului dengan lam amar, isim fi’il amar,
dan mashdar yang menggantikan fi’il amar.
- Kadang-kadang redaksi amar tidak digunakan
untuk maknanya yang asli, melainkan kepada makna lain. Hal ini dapat diketahui
melalui susunan kalimat.Makna lain tersebut adalah untuk irsyad (bimbingan),
doa (permohonan),iltimas (tawaran), tamanni (harapan yang sulit
tercapai), takhyir (pemilihan), taswiyah (menyamakan), ta’jid (melemahkan
mukhatab), tahdid (ancaman), dan ibahah (kebolehan).
-Nahyi(larangan)adalah
tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang disampaikan oleh seseorang
kepada orang yang martabatnya lebih rendah.
- Redaksi nahyi adalah
fi’il mudhari’, didahului dengan laaa nahiyah.
-
Kadang-kadang redaksi nahyi keluar dari maknanya yang hakiki dan menunjukkan
makna lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat serta kondisi dan
situasinya, seperti untuk doa,iltimas,tamanni,irsyad, taubikh, tai-iis (pesimistis),
tahdid, dan tahqir (penghinaan).
B. Saran-saran.
7
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !