BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seluruh makna yang terkandung dalam bahasa
sering berhubungansatu sama lain. Relasi makna dapat berwujud macam-macam.[1] Hubungan
atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim),
kebalikan makna (antonym), kegandaan makna (polisemi), ketercakupan makna
(hiponim), kelainan makna (homonym), kelebihan makna (redundasi), dan
sebagainya. Pada makalah ini, hanya akan membahas tentang homonim dan polisemi.
Relasi makna dalam bahasa Indonesia
diantaranya: homonim dan polisemi. Polisemi dan homonym sangat berkaitan dengan
kata atau frasa. Kata atau frasa banyak di temukan di dalam teks-teks klasik,
banyak sekali buku bahasa arab yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia,
salah satunya yaitu Tafsir As-Saidi
adalah salah satu kitab hasil terjemahan yang di tulis oleh Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa
kajian tentang Fiqh al-lughah, yaitu :
1.
Pengertian Musytarak (Homonim)
2.
Perbedaan pendapat tentang Musytarak
(Homonim)
3.
Hubungan antara Musytarak (Homonim) dan
Mutawathi’(Polisemi)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Musytarak (Homonim)
Kata Musytarak adalah bentuk mashdar yang
berasal dari kata kerja اشترك yang
berarti “bersekutu” seperti dalam ungkapan اشترك القوم
yang berarti “kaum itu bersekutu”.
Secara etimologi kata, homonim berasal dari
bahasa Yunani kuno onomo yang berarti “nama” dan homo yang berarti “sama”.
Secara harfiah homonim diartikan sebagai nama yang sama untuk benda atau hal
lain (Chaer, 2002 : 93). Kata-kata yang berhomonim memeperlihatkan adanya
hubungan kemaknaan atau relasi semantik. Hubungan kemaknaan pada homonim ini
menyangkut masalah kelainan makna.
Homonim adalah beberapa kata yang mempunyai
kesamaan bentuk dan pelafalan tetapi maknanya berbeda. Secara semantik, Verhaar
(1978) memberi definisi homonim senbagai ungkapan (berupa kata, frasa atau
kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frasa atau
kalimat) tetapi maknanya tidak sama.[2]
Perubahan Musytarak, meliputi :
1. Faktor internal meliputi:
a. Perubahan
dari segi pelafalan.
Perubahan
dari segi pelafalan mencakup atas pertukaran posisi huruf (dari segi morfologi/ shorof ) dan pergantian
huruf atau ibdal.
1)
Pertukaran posisi huruf yaitu apabila kita mengambil sighot wazan "استفعل
" pada lafadz " دام " maka
akan menjadi kalimat " استدام " dan dari kalimat "دمى"
akan menjadi kalimat "استدمى " akan
tetapi dikatakan bahwa fi'il " استدام"
yang dapat berarti berkelanjutan namun juga dapat berarti " " استدمىyang berari berdarah. Hal ini disebabkan kesalahan si penutur namun
dapat dipahami oleh yang lainnya dan kemudian pada akhirnya banyak digunakan
oleh penutur lainnya.
2)
Perubahan pelafalan yang mencakup ibdal, terdapat dua kalimat "حنك"
dan "حلك"
keduanya memiliki makna yang berbeda, namun orang arab memakainya dengan makna
yang sama yaitu hitam. Maka dengan pendekatan pergantian "ل"
menjadi "ن" yang
disesuaikan antara kata kedua dengan kata yang pertama dalam segi pelafalannya maka keduanya
menjadiAl-Musytarak Al-Lafdzi (Homonimi). Lafadz "حنك
bukan hanya dapat berarti "langit-langit mulut" tetapi juga berarti
kegelapan yang seharusnya pengertan dari lafadz حلك".
b. Perubahan dari segi makna.
Perubahan dari segi
makna mencakup atas beberapa faktor diantannya:
1)
Perbedaan dialek arab terdahulu, sebagian contooh-contoh lafadz
Musytarak disebabkan perbedaan kabilah-kabilah arab dalam menggunakan kata
tersebut, serta dibuatkan kamus yang yang menggunakan makna-makna tanpa
memperhatikan keadaan kabilah yang menggunakan kata tersebut.
2)
Perkembangan bunyi, kadang-kadang bunyi-bunyi asal dari lafazh tertentu mengalami perubahan,
pengurangan atau penambahan sesuai dengan perkembangan bunyi bahasa, maka bunyi
lafazd seperti ini menjadi satu lafazd sedangakan maknanya berbeda. Contohnya,
lafazd (النغمة) jadi (النأمة
) karena perkembangan bunyi maka huruf غ
diganti dengan أ karena
antara dua huruf tersebut tempat keluarnya berdekatan, begitu juga perubahan
dari kata جذوة menjadi جثوة dan kata
الغشم menjadi الغشب
.
3) Perpindahan
sebagian lafazd dari makna asli pada makna majazi karena adanya suatu hubungan,
lalu penggunaan makna majazi itu dilakukan terus menerus sehingga makna majazi
tersebut dianggap sebagai makna hakiki. Seperti lafazd العين sering digunakan untuk arti mata, air
mengalir, sebaik-baik sesuatu, barang emas dan perak.
4) Fenomena
perubahan bentuk kata (tashrif) yang terjadi pada dua lafazd yang berdekatan
dalam satu shigat, seperti tashrif dari lafazd وجد
masdarnya menjadi وجودا (ada), وجدانا (emosi) dan موجدة (marah) dan وجدا (cinta).
B.
Perbedaan Pendapat Tentang Musytarak (Homonim)
Beberapa ahli memberi batasan mengenai
homonim. Homonim yaitu kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya
berbeda (Keraf, 1980 : 130). Homonim ialah dua ujaran dalam bentuk kata yang
sama lafalnya dan atau sama ejaannya/tulisannya (Parera, 2004). Sedangkan
(Aminudin, 1985 : 24) mengatakan bahwa homonim adalah beberapa kata yang
memiliki ujaran yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Menurut ulama Ushul fiqh, antara lain :
اللفظ الواحد
الدال على معنيين مختلفين اواكثر دلالة على السوأ عند اهل تلك اللغة
Artinya:
“Satu lafadz (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda, dengan
penunjukan yang sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut”
Menurut Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya
Ushul Fiqh:
لفظ يتناول افرادا مختلفة الحدود على سبيل البدل
Artinya: “Satu lafadz yang menunjukkan
lebih dari satu makna yang berbeda-beda batasannya dengan jalan bergantian”
Berikut contoh homonim dalam bahasa Arab:
Kata
dharaba mempunyai artî (1) berdenyut; (2) mengepung; (3) memikat; (4) menembak;
(5) memukul; (6) menyengat; (7) cenderung; (8) menentukan; (9) mengetuk. Semua
kata dharaba yang mempunyai sedikitnya 9 arti ini semuanya dilafalkan dan
berbentuk sama.
Kata
tawallâ mempunyai artî (1) berkuasa; (2) menaruh perhatian; (3) mengendalikan
diri; (4) mengerjakan; (5) mengemudikan; (6) memimpin. Semua kata tawallâ yang
mempunyai sedikitnya 6 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk sama.
Kata
rusyd mempunyai artî (1) dewasa; (2) sadar; (3) petunjuk; (4) rasio. Semua kata
rusyd yang mempunyai sedikitnya 4 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk
sama.
Kata
qabadha mempunyai artî (1) menekan; (2) mengembalikan; (3) mengerutkan: (4)
menyempitkan; (5) melepaskan; (6) meninggalkan; (7) bersegera. Semua kata
qabadha yang mempunyai sedikitnya 7 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk
sama.[3]
Contoh dalam bahasa Indonesia : kata
genting dan jarak.
-genting
(1) Karena perang, kota itu
tampak sangat genting (genting = gawat)
(2) Kakak
sedang memperbaiki genting yang bocor (genting = atap)
- jarak
(1) Ayah
sedang menanam pohon jarak di belakang rumah (jarak = pohon)
(2)
Jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh (jarak = ukuran)
C.
Hubungan antara Musytarak (Hiponim) dengan Mutawathi’ (Polisemi)
Polisemi menunjukan bahwa satu kata memiliki lebih dari satu makna (Jajasudarma
: 2009:64) . Sedangkan menurut Faiza (2008:73) polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa
makna yang berubungan. Hubungan ini
disebut polisemi. Suatu kata atau suatu
ujaran disebut Polisemi jika satu kata memiliki lebih dari satu makna.
Sedangkan Homonim yaitu relasi makna antara yang ditulis sama dengan yang
dilafalkan, tetapi maknanya berbeda.
Sebuah kata dikatakan polisemi jika kata itu mempunyai lebih dari satu
makna. Pendapat Ninda dalam Jajasudarma
(2009:66) yang dikembangkanya dalam rangka idenfikasi morfem homofon dapat
membntu memisahkan homopon dengan olisemi: “Makna-makna yang saling berhubugan
dari bentuk ang sama dapata dianggap satu morfem dengan makna banyak, jika
perbedaan maknaya sejajar dengan perbedaan disribusi”.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Secara etimologi kata, homonim berasal dari bahasa Yunani kuno onomo
yang berarti “nama” dan homo yang berarti “sama”. Secara harfiah homonim
diartikan sebagai nama yang sama untuk benda atau hal lain (Chaer, 2002 : 93).
Perubahan Musytarak, meliputi :
1. Faktor internal meliputi:
a. Perubahan dari segi
pelafalan.
Perubahan dari segi pelafalan mencakup atas pertukaran posisi huruf (dari segi morfologi/ shorof ) dan pergantian
huruf atau ibdal.
b. Perubahan dari segi makna.
1)
Perbedaan dialek arab terdahulu,
2)
Perkembangan bunyi,
3)
Perpindahan sebagian lafazd dari makna asli pada makna majazi
4)
Fenomena perubahan bentuk kata (tashrif) yang terjadi pada dua lafazd yang berdekatan dalam satu shigat,
B.
Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
-Aminuddin. 1988. Semantik-Pengantar Studi tentang Makna.
Bandung: C.V. Sinar Baru.
-Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Rhineka Cipta, 2002)
-Parera, J.D. 2004. Teori Semantik-Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
-Taufiqurracman. Leksikologi Bahasa Arab.
Malang: UIN-Malang Press, Cet. I 2008
-Verhaar, J.W.M, Asas-asas Linguistik
Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada Unuversity Press, 1996)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !