BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan itu
terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Perkembangan
bahasa yang cukup pesat terjadi pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat
menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling
mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak dapat
dihindarkan. Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi dan
integrasi bahasa.
B.
Rumusan Masalah
1. Definisi Interferensi bahasa
2. Macam- macam Interferensi bahasa
3. Factor- factor Interferensi bahasa
4. Definisi Integrasi bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Interferensi Bahasa
Istilah
interferensi pertama kali digunakan oleh Wenreich (1953) untuk menyebut adanya
perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa
tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual.
Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara
bergantian dan penutur multilingual, kalau ada, tentu penutur yang dapat
menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Namun, kemampuan setiap penutur
terhadap B1 dan B2 sangat bervariasi. Ada penutur yang menguasai B1 dan B2 sama
baiknya, tetapi ada pula yang tidak, malah ada yang kemampuannya terhadap
B2 sangat minim.
Dalam
pristiwa Interferensi digunakannya unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan
suatu bahasa , yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari
kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Kalau dilacak penyebab terjadinya
interferensi ini adalah terpulang pada kemampuan si penutur dalam menggunakan
bahasa tertentu sehingga dia dipengaruhi oleh bahsa lain. Biasanya interfernsi
ini terjadi dalam menggunakan bahsa kedua (B2), dan yang terinferensi ke dalam
bahasa kedua itu adalah baahsa pertama atau bahasa ibu.
Penutur
bilingual yang mempunyai kemampuan terhadap B1 dan B2 sama baiknya, tentu tidak
menuai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa bahasa itu terpisah dan bekerja
sendiri-sendiri. Penutur bilingual yang mempunyai kemampuan seperti ini oleh
Ervin dan Osgod (1965:139)disebut kempuan yang sejajar. Sedangkan yang
kemampuan terhadap B2 jauh lebih rendah atau tidak sama dari kemampuan terhadap
B1 nya disebut berkemampuan bahsa yang majemuk.penutur yang mempunyai kemampuan
majemuk ini biasanya mempunyai kesulitan dalam menggunakan B2-nya karena akan
dipengaruhi oleh B1-nya.[1]
B.
Macam-macam Interferensi Bahasa
1. Interferensi Fonologi
Interferensi fonologis terjadi apabila
penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan
bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain.
Contoh: jika
penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata berupa nama tempat yang berawal bunyi
/b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata Bandung, Deli, Gombong, dan Jambi.
Seringkali orang Jawa mengucapkannya dengan /mBandung/, /nDeli/,/nJambi/, dan
/nGgombong/.
2. Interferensi Morfologi
Interferensi
morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa menyerap
afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara
bahasa yang sedang diucapkan (bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga
dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing).[2]
Contoh:
kepukul ? terpukul
dipindah ? dipindahkan
neonisasi ? peneonan
menanyai ? bertanya
3. Interferensi Leksikal
Masuknya
kata dari bahasa pertama (BI) kedalam bahasa kedua (B2) di tengah-tengah
pembicaraan. Berbagai macam kata yang masuk dalam interferensi leksikal ini
terdiri dari isim, fi’il, sifat, hal, huruf jer, huruf ta’ajub, dhomir-dhomir,
dan tanda-tanda ma’rifat dan nakiroh.
Contoh:
sebagian mahasiswa indonesia yang belajar bahasa arab mengucapkan جئت حديثا ركبت موبيل مع زملائي
4. Interferensi Sintaksis
Interferensi struktur kata B1 dalam struktur kata B2.
Contoh:
murid-murid Indonesia yang belajar bahasa arab mengucapkan الكتاب هذا جديد
5. Interferensi Semantik
Interferensi
yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
6. Interferensi motorik
Penututr B1
yang menggunakan gerakan dan isyarat dalam berbicara B2, yang mana gerakan dan
isyarat tersebut tidak diketahui oleh penutur B2.
7. Interferensi kultural
Interferensi
kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam
tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha
penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru.[3]
C.
Faktor-faktor Interferensi bahasa
Selain
kontak bahasa, menurut Weinrich ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
interferensi, antara lain:
-
Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan
peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh
lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu
disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang
pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.[4]
-Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya
kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan
sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah bahasa penerima
yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai penutur secara tidak
terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul bentuk interferensi dalam bahasa
penerima yang sedang digunakan oleh penutur, baik secara lisan maupun tertulis.
-Tidak
cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan
kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi
kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi
kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul
dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru
yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa
sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau
meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut.
Faktor ketidak cukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk
mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan
terjadinya interferensi.
Interferensi
yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja
oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini
cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat
diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.
-Menghilangnya kata-kata yang jarang
digunakan
Kosakata
dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal
ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian
menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, di satu
pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan di lain
pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman
kosakata baru dari bahasa sumber.
Interferensi
yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut
akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata
bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat
diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
-Kebutuhan akan sinonim
Sinonim
dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai
variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara
berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang
bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan
untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.
Karena
adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi
dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk
memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata
yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.
-Terbawanya
kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya
kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada
umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan
terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat
terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa
nasional maupun bahasa asing. Dalam
penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena
kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis
dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang
sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
D.
Pengertian Integrasi Bahasa
Integrasi
adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupakan
bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (Kridalaksana:
1993:84). Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa
ke dalam bahasa lain.
Oleh
sebagian sosiolinguis, masalah integrasi merupakan masalah yang sulit dibedakan
dari interferensi. Chair dan Agustina (1995:168) mengacu pada pendapat Mackey,
menyatakan bahwa integrasi adalah
unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah
menjadi bagian dari bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman
atau pungutan.
Mackey dalam
Mustakim (1994:13) mengungkapkan bahwa masalah interferensi adalah nisbi,
tetapi kenisbiannya itu dapat diukur. Menurutnya, interferensi dapat ditetapkan
berdasarkan penemuan adanya integrasi, yang juga bersifat nisbi. Dalam hal ini,
kenisbian integrasi itu dapat diketahui dari suatu bentuk leksikal. Misalnya,
sejumlah orang menganggap bahwa bentuk leksikal tertentu sudah terintegrasi,
tetapi sejumlah orang yang lain menganggap belum.
Senada dengan itu, Weinrich (1970:11)
mengemukakan bahwa jika suatu unsur interferensi terjadi secara berulang-ulang
dalam tuturan seseorang atau sekelompok orang sehingga semakin lama unsur
itu semakin diterima sebagai bagian dari
sistem bahasa mereka, maka terjadilah integrasi. Dari pengertian ini dapat
diartikan bahwa interferensi masih dalam proses, sedangkan integrasi sudah
menetap dan diakui sebagai bagian dari bahasa penerima.
Berkaitan
dengan hal tersebut, ukuran yang digunakan untuk menentukan keintegrasian suatu
unsur serapan adalah kamus. Dalam hal ini, jika suatu unsur serapan atau
interferensi sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan
unsur itu sudah terintegrasi. Sebaliknya, jika unsur tersebut belum tercantum
dalam kamus bahasa penerima unsur itu belum terintegrasi.
Dalam proses
integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa
penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Penyesuaian bentuk unsur
integrasi itu tidak selamanya terjadi begitu cepat, bisa saja berlangsung agak
lama. Proses penyesuaian unsur integrasi akan lebih cepat apabila bahasa sumber
dengan bahasa penyerapnya memiliki banyak persamaan dibandingkan unsur serapan
yang berasal dari bahasa sumber yang sangat berbeda sistem dan
kaidah-kaidahnya. Cepat lambatnya unsur serapan itu menyesuaikan diri terikat
pula pada segi kadar kebutuhan bahasa penyerapnya. Sikap penutur bahasa
penyerap merupakan faktor kunci dalam kaitan penyesuaian bentuk serapan itu.
Jangka waktu penyesuaian unsur integrasi
tergantung pada tiga faktor antara lain (1) perbedaan dan persamaan sistem
bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya, (2) unsur serapan itu sendiri, apakah
sangat dibutuhkan atau hanya sekedarnya sebagai pelengkap, dan (3) sikap bahasa
pada penutur bahasa penyerapnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Meskipun
berbeda, antara interferensi dan integrasi sebenarnya memiliki sisi yang sama,
yaitu bahwa keduanya merupakan gejala bahasa yang terjadi sebagai akibat adanya
kontak bahasa. Integrasi dan interferensi memiliki persamaan -persamaan antara
lain bahwa baik gejala interferensi maupun integrasi bisa terjadi pada keempat
tataran kebahasaan yaitu fonologi, gramatika, kosakata dan semantik.
B.
Saran-saran
Kami
menyadari sebagai pemakalah, mungkin masih banyak terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini. Maka, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari Dosen Pembimbing dan pembaca demi perbaikan makalah nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
-Abdul chaer dan leonie agustina. 2010. Sosiolinguistik
perkenalan awal. Jakarta: PT. Rineka cipta.
-Nababan.1984. Sosiolinguistik Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
-Suwito. 1985. Pengantar Awal
Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta
-Dimyathi,
Afifudin.2010. محاضرة في عام اللإجتماعية. Surabaya : مطبعة دارالعلوم اللغوية
[1] Abdul chaer
dan leonie agustina, sosiolinguistik perkenalan awal. PT. Rineka
cipta(Jakarta:2010) Hal:120-123
[3] Afifudin
Dimyathi,muhadhoroh fi ilmi al ijtima’iyah.(Surabaya: mutbi’ah darul ulum allughowiyah,
2010) Hal: 105-109
[4] Suwito,
Pengantar Awal SosiolinguistikTeori dan Problema.(Surakarta:henary cipta, 1985)
Hal: 150
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !