Habib Sholeh bin Muhsin Al - Hamid
Habib
Sholeh bin Muhsin Al-Hamid lahir di Korbah,Ba Karman ( Wadi Amd ) Hadramaut
pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad yang terkenal dengan
sebutan AlBakry-AlHamid, seorang yang saleh dan wali yang arif dan dicintai
serta dihormati oleh masyarakatnya. Banyak orang yang datang kepadanya untuk
bertawasul dan memohon doa' demi tercapainya segala hajat mereka. Ibundanya
seorang wanita salihah bernama Aisyah dari keluarga Alabud Ba Umar dari
Masyayikh Al-amudi.
Habib
Sholeh mulai mempelajari kitab suci Al-Qur'an dari seorang guru yang bernama
said Ba Mudhij, di Wadi Amd, yang juga dikenal sebagai orang saleh yang tiada
henti-hentinya berdzikir kepada Allah swt. Sedangkan ilmu fiqih dan tasawuf
beliau pelajari dari ayahnya sendiri, Habib Muhsin Al-Hamid.
Pada
usia 26 tahun, tepatnya pada bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani
Asy-Syekh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Asykary, Habib Sholeh
meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk
beberapa saat. Kemudian sepupu beliau, Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid,
seorang panutan para Sadah atau masyarakat, mengajak beliau singgah di
kediamannya di Lumajang.
Beliau
menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul dan
akhirnya menetap di desa tersebut. Pada suatu saat beliau melakukan Uzlah,
mengasingkan diri dari manusia, selama lebih dari tiga tahun. Selama itu pula
beliau tidak menemui seorang pun dan tidak seorangpun manusia menemuinya.
Dalam
khalwatnya itu, sebagaimana diceritakan oleh sahabat terdekat Habib Sholeh
semasa hidupnya dalam karangan yang ditulis oleh Habib Muhammad bin Hud
Assegaf. Habib Sholeh menceritakan :
"Wahai
anakku, ketika dalam khalwat aku merasakan ketenangan batin. Dimana aku banyak
membaca Al-Qur'an dan kitab Dalailul Khoirot yang berisi sholawat dan salam
kepada Sayyidis Sadad saw, aku bertemu Rasulullah saw yang memancarkan sinar
dari wajahnya yang mulia."
Pada
suatu saat dalam khalwatnya, sang guru besarnya, orang yang juga memiliki
karamah, Al-Imam Al-Qutub Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, bagaikan kilat
yang bersinar terang datang kepadanya. Sebuah pertanda, Habib Sholeh Al-Hamid
telah dipandang mampu mengemban amanah dan dipercaya menyandang Khilafah
kenabian serta untuk menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Selanjutnya
sang guru mengajaknya keluar dari khalwatnya itu. Lalu menyuruhnya datang ke
kediamannya di Gresik. Sesampainya di rumah, sang guru menyuruh Habib sholeh
Al-Hamid mandi di Jabiyah-kolam mandi yang khusus-miliknya. Setelah itu, sang
guru memberinya mandat dan ijazah dengan memakaikan jubah imamah dan sorban
hijau kepadanya dan mengatakan, "Ya Habib Sholeh, datang kepadaku
Rasulullah SAW dan mengutusku untuk menyerahkan sorban hijau ini. Ini adalah
pertanda kewalian quthb ( kutub ) atasku jatuh ke pundakmu," kata Habib
Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
Habib
Sholeh saat itu merasa dirinya kecil dan belum pantas, maka beliau bertanya,
"Pantas kah saya menerima anugerah Allah swt yang sedemikian besar ini ? Mampukah
saya mengembannya?"
Dalam
khalwatnya, beliau menangis terus, tidak pernah keluar dari kamarnya, dan minta
petunjuk kepada Allah swt. Saat itu rumahnya masih sangat sederhana, terbuat
dari bilik bambu. Padahal sudah banyak habib, saudara, orang-orang kaya, datang
kepadanya untuk membongkar rumahnya, tapi beliau tidak pernah mau. Alasannya,
"Jangan dibetulkan! Jangan diapa-apakan! Biarka saja, saya takut
Rasulullah SAW tidak datang lagi ke tempat ini. Saya setiap hari berjamaah
shalat lima waktu dengan Rasulullah SAW di rumah ini. Jangan dibongkar rumah
ini."Khalwatnya itu berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga
suatu saat beliau mendapat isyarat dari Rasulullah SAW agar menziarahinya di
Madfnah. Ketika beliau mengutarakan maksud dan tujuannya akan berangkat ke
Baitullah di Makkah dan Madinah, banyak orang yang mau ikut.
Akhirnya,
berangkatlah beliau ke Makkah. Saat itulah, Habib Muhammad bin Husein al-Hamid
( Labor, Pasar Minggu ) merenovasi rumahnya.
Ketika
beliau pulang, tidak menunjukkan kemarahan. Saat ditanya oleh banyak orang,
Habib Sholeh dengan tersenyum menjawab, "Sebelum rumah ini dibangun, saya
telah diberi tahu oleh Rasulullah SAW, "Biarkan rumah itu dibangun."
Sebuah pertanda, Habib Sholeh al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah
Nabi serta menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.
Mulai
Dakwah
Dakwah
Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid kepada masyarakat sekitar, diawalinya dengan
membangun mushala di tempat kediamannya. Habib Sholeh selalu mengisinya dengan
kegiatan shalat berjemaah dan hizib Al-Qur'an antara magrib dan Isya di Mushala
ini. Beliau juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang
dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.
Setiap
selesai shalat asar, beliau membacakan kitab An-Nashaihud Dinniyah, karangn
Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang diraikannya kedalam bahasa keseharian
masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura.
Beberapa
tahun kemudian, beliau mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang Muhibbin-orang
yang mencintai anak cucu keturunan Rasulullah saw, yakni H.AbdurRasyid. tanah
inilah lalu ia wakafkan. Di atas tanah inilah, beliau membangun masjid yang
diberi nama Riyadus Shalihin. Di masjid ini kegiatan keagamaan semakin semarak.
Kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah, hizib Al-Qur'an, sreta pwmbacaan
Ratib al-Haddad, rutin dibaca di antara magrib dan isya.
Dalam
kesehariannya, beliau selalu melapangkan dada orang-orang yang sedang dalam
kesusahan. Sering, bahkan, orang-orang yang sedang dililit hutang, beliau bantu
untuk menyelesaikannya. Jika beliau melihat seorang gadis dan jejaka yang
kawin, beliau dengan segera mencarikan pasangan hidup dengan terlebih dahulu
menawarkan seorang calon. Apabila ada kecocokan di antara keduanya, segeralah
mereka dinikahkan. Bahkan, sering Habib sholeh yang membantu biaya
perkawinannya. Pernah pula, dalam waktu sehari beliau mendamaikan dua atau tiga
orang yang bermusuhan.
Wasiat
atau ajarannya yang paling terkenal :
"Hendaklah
setiap kamu menjaga shalat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan shalat Shubuh
berjamaah. Muliakan dan berbuat baiklah kepada ke dua orang tua. Jadilah kamu
sekalian sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berbuat baik jangan pilih kasih,
kepada siapapun dan dimanapun."
Dalam
kehidupan kemasyarakatan, beliau juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib
Sholeh juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama
pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan beliau tercatat sebagai
penasihat Rumah Sakit. Beliau juga tercatat sebagai ketua takmir Masjid Jami
yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam
waktu singkat berkat doa' dan keikut sertaannya dalam peletakan batu pertama.
Derajat
kewaliannya.
Kekaramahan
dan derajat kewalian Habib sholeh bin Muhsin Al-Hamid telah mencapai tingkatan
Qutub. Yakni, sebagai pemimpin dan pemuka bagi para pembesar aulia di masanya.
Dalam konteks ini, berkata Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman Assegaf,
"Habib Sholeh adalah orang yang doa'nya selalu terkabul dan orang yang
sangat dicintai dan disegani."
Bahkan,
salah seorang ahli waris keluarga Habib pernah mendengar salah seorang saleh
yang dapat dipercaya bercerita kepadanya, ia pernah bermimpi melihat Habib
Sholeh memegang tiang dari nur yang sinarnya berkilauan sampai ke langit. Lalu
terdengar ucapan, "Sesungguhnya Habib Sholeh adalah orang yang Mujabud
dakwah-doa'nya selalu mendapat ijabah."
Dikisahkan,
suatu waktu beliau sedang berjalan bersama Habib Ali bin Abdurrahman
binAbdullah Al-Habsyi, Kwitang Jakarta, dan beliau juga berkunjung ke kediaman
Habib Ali di Bungur, Jakarta. Saat melintasi sebuah lapangan, beliau melihat
banyak sekali orang berkumpul untuk melakukan shalat Istisqa ( Shalat minta
hujan ), lantaran Jakarta saat itu dilanda kemarau panjang. Habib Sholeh
Tanggul pun berkata, "Serahkan saja kepadaku, biar aku yang akan memohon
hujan kepada Allah swt."
Tak
lama kemudian, setelah Habib Sholeh menengadahkan tanganke langit, seraya
membaca doa' meminta hujan, hujan pun turun.
Mengenai
banyaknya kejadian seperti itu, dimana doa'nya selalu diijabah, Habib
Al-Barokah Addai' ilallah Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah bertanya kepada
Habib Sholeh, "Wahai Habib Sholeh, engkau adalah orang doa'nya selalu
terkabulkan dan engkau sangat dicintai Allah swt dan segala permohonanmu selalu
dikabulkan." Maka Habib Sholeh pun menjawab, "Bagaimana tidak,
sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat Allah swt murka-tidak
pernah melanggar aturan Allah swt."
Suatu
ketika ada orang bertanya, "ya Habib Sholeh, apa sih kelebihan ibadah
Habib sehingga doa Habib cepat terkabul ?
Habib
Sholeh menjawab, "Mau tahu rahasianya? Saya tidak pernah menaruh pispot di
kepala saya."
Orang
itu bertanya kembali, "Apa maksudnya, ya Habib ?"
"Jangan
pernah pispot di kepala dalam beribadah; artinya, artinya, janganlah
membangga-banggakan dunia yang pada akhirnya hanya akan membuat diri kita
malu....pispot, walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan
bertatahkan intan berlian yang juga terbaik, kalau dibuat topi, tetap akan
membuat malu.
Kalau
orang membangga-banggakan diri bermodalkan dunianya, lihat saja, orang itu akan
terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin......," kata
Habib Sholeh.
Selain
itu katanya, "Jangan melakukan dosa syirik."
Adapun,
mengenai kedermawanannya, tak seorangpun meragukannya. Bahkan beliau selalu
memberikan apa yang ada di tangannya manakala ada seorang yang meminta atau
bahkan memberi salah satu dari kedua pakaiannya. Berkata salah seorang ulama
mengenainya, "Seandainya beliau tak memiliki apapun kecuali rohnya, ia pun
akan menyerahkannya kepada yang memintanya."
Banyak
yang meyakini, Habib Sholeh Tanggul adalah seorang wali yang dekat dengan Nabi
Khidir. Karena itu pula beliau terkenal dermawan, seolah apapun yang beliau
miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan.
Dari
Adam Malik hingga Alwi Shihab.
Pada
saat Adam Malik ( mantan Menteri Luar Negeri ) menjabat sebagai Kepala Kantor
Berita Antara; suatu saat lewat Lembaga yang dipimpinnya, beliau mengungkap
keterlibatan Menlu Soebandrio, yang saat itu dikenal sebagai Tokoh berfaham
ajara komunis. Karuan saja, berita-berita yang dimuat itu membuat Soebandrio
dan jajarannya kalang kabut karena merasa terpojokkan. Ia marah besar.
Mendapat
ancaman tersebut, Adam Malik pun berusaha mencari perlindungan. Maka datanglah
ia kepada Habib Sholeh Al-Hamid di Tanggul, Jember. Disini Adam Malik
menceritakan latar belakang persoalannya. Mendengar pengaduan itu, Habib Sholeh
Tanggul hanya tersenyum. Beliau berkata : "Jangan takut terhadap
ancamannya. Nanti kamu yang akan menggantikan kedudukannya."
Memang
benar, ternyata tak lama berselang, setelah Soeharto menjabat Presiden, giliran
Adam Malik yang menjabat menteri luar negeri. Apa yang pernah diucapkan Habib
Sholeh Tanggul jadi kenyataan.
Kisah
serupa terjadi sekitar 30 tahun yang lalu. Alwi Shihab mantan menteri luar
negeri di era presiden K.H.Abdurrahman Wahid, pernah datang ke kediaman Habib
Sholeh Tanggul. Pada masa itu, ia datang diantar oleh ayahandanya. Keperluannya
mohon doa restu untuk belajar luar negeri. Tujuannya belajar ke Amerika di
Harvard University.
Pada
kesempatan itu, Alwi Shihab mengutarakan apa yang menjadi problemnya. Antara
lain, ia tidak punya biaya yang cukup untuk mengurus visa dan paspor. Mendengar
keluhan Alwi Shihab, Habib Sholeh Tanggul menyarankan agar Alwi Shihab mandi di
ke dua sumur yang terdapat di sekitar kediamannya.
Alwi
Shihab pun mandi mandi di ke dua sumur tersebut. Setelah itu, kepada Alwi
Shihab, Habib Sholeh Tanggul menasehati agar ia datang ke Adam Malik yang saat
itu menjabat Menlu. Kontan, Alwi Shihab mengatakan kekhatirannya. Ia rakyat
biasa, bagaimana bisa bertemu dengan seorang menteri?
Memdengar
keberatan Alwi Shohab, akhirnya Habib Sholeh menasehatinya agar tidak takut,
seraya menyuruhnya supaya menemui Adam Malik dengan membawa surat darinya,
"Bawa surat saya ini. Jangan takut pada Adam Malik, kelak kamu akan
menjadi seperti Adam Malik." Kata Habib Sholeh Tanggul. Ternyata ujaran
Habib Sholeh Tanggul kali ini pun telah menjadi sebuah kenyataan.
Wanita
dari Swiss.
Suatu
hari datanglah seorang wanita dari Swiss kepada Habib Sholeh bin Muhsin
Al-Hamid. Anehnya, sebelum datang menuju desa Tanggul, kediaman Hbib Sholeh,
wanita tersebut lebih dulu bermimpi. Di dalam mimpinya ia diminta datang
menemui sang Habib.
Tanpa
banyak berpikir, si wanita pun menurut dan langsung terbang dari Swiss menuju
Indonesia, ke Tanggul, sebuah tempat yang namanya asing baginya. Ternyata ia
mempunyai persoalan rumit. Empat hari lagi ia akan menikah dengan seorang pria
yang ia cintai. Tetapi malang, pria tersebut ternyata digaet oleh seorang
perempuan jalang. Maka rencana pernikahan pun terancam batal.
Di
tengah-tengah kegalauannya itulah, di suatu malam, ia bermimpi didatangi
seseorang yang kemudianmemperkenalkan dirinya sebagai Habib Sholeh yang katanya
beralamat di Tanggul, Jember, Indonesia. Kepadanya dikatakan, Habib Sholeh itu
dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Itulah yang membuatnya penasaran
dan ingin segera mencari tahu dan menemui seorang Habib seperti dimaksud dalam
mimpinya.
Tak
disangka, setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, ia pun tak mendapatkan kesulitan
yang berarti. Setelah bertanya ke petugas bandara tentang siapa gerangan Habib
Sholeh Tanggul, ternyata salah seorang di antara petugas ada yang tahu dan
bersedia mengantarnya.
Di
sana ia terkejut. Ternyata ia betul-betul melihat orang yang sama persis dengan
yang dilihatnya dalam mimpi. Tak lain tak bukan, dialah Habib Sholeh bin Muhsin
Al-Hamid. Pada saat itu kebetulan sedang banyak tamu. Setelah memperkenalkan
diri, tak lama kemudian, ia dipersilahkan masuk dan berganti pakaian. Sebab ia
orang Eropa yang biasa dengan pakaian bebas. Setelah itu, ia pun dipersilahkan
mengutarakan maksud kedatangannya.
Tidak
lama ia bertamu di kediaman Habib Sholeh. Sebab setelah itu, sang Habib
menyuruhnya segera bertolak ke Swiss. Kepadanya dikatakan "Segeralah
pulang ke Swiss. Nanti setibanya kamu disana, calon suamimu akan menangis di
depan pintu rumahmu sambil mengakui kesalahannya dan memohon maaf
kepadamu." Tanpa banyak tanya lagi, wanita malang itu pun segera bertolak
menuju Swiss.
Lama
tak terdengar kabar. Lalu beberapa bulan kemudian, wanita tersebut datang
kembali. Kali ini dengan cerita yang berbeda. Ternyata apa yang dikatakan oleh
Habib Sholeh kepadanya menjadi kenyataan. Kini ia telah hidup bahagia sebagai
sepasang suami istri. Kepada Habib Sholeh ia berucap terima kasih. Dan ia pun
menawarkan apa saja yang Habib Sholeh minta, ia akan mengabulkannya. Tetapi an
waliyullah tak mengharapkan imbalan apapun, sebab ia menolong ikhlas karena
Allah semata dan tak pilih kasih.
'Hanya
saja, kalau boleh saya meminta." Ujar sang Habib, "dan tidak ada sama
sekali paksaan......kalau kamu berkenan, aya meminta kamu memeluk islam."
Dan, alhamdulillah, dengan penuh kesadaran serta keikhlasan, wanita tersebut
beserta suaminya memeluk agama islam.
Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus
memiliki silsilah yang sampai kepada Baginda Rasulullah SAW, di mana silsilah
beliau yaitu: Al-imam Husein Bin Abu Bakar Bin Abdullah Bin Husein Bin Ali Bin
Muhammad Bin Ahmad Bin Husein Ibnil Imam Syamsi Syumus Abdullah Alaydrus Akbar.
Beliau dilahirkan di sebuah desa yang bernama Ma’ibad, Hadralmaut Yaman
Selatan, dan pada usianya yang ke 11 tahun, beliau ditinggal wafat oleh
ayahnya.
Selepas mangkatnya ayahnya, Al-imam Husein
Bin Abu Bakar Alaydrus hijrah ke kota Tarim, dan ternyata di pintu kota Tarim
telah menunggu seorang wali besar, yaitu Quthbil Irsyad, Al-imam Abdullah Bin
Alwy Alhaddad, yang langsung menyambut kedatangan dari Al-imam Husein Bin Abu
Bakar Alaydrus. Setelah tiba di kota Tarim, beliau didampingi oleh Al-imam
Abdullah Bin Alwy Alhaddad langsung berziarah kepada Sayyidina Faqih Muqaddam
Al’imam Muhammad Bin Ali Ba’alawy, Sayyidina Abdurrahman Bin Muhammad Assegaf
dan Datuk Beliau Sayyidina Abdullah Alaydrus Akbar. Al-imam Abdullah Bin Alwy
Alhaddad mengatakan kepada beliau bahwa semalam kakekmu, Sayyidina Abdullah
Alaydrus Akbar datang kepadaku dan mengabarkan tentang kedatanganmu wahai
Husein.
Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus
menimba ilmu kepada Quthbil Irsyad, Al-imam Abdullah Bin Alwy Alhaddad, dan
menurut cukilan dari Alhabib Ali Bin Husein Alattas dalam kitabnya Taajul
A’rasy mengatakan bahwa Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus sebelum hijrah ke
Indonesia, beliau telah mendapatkan mandat kepercayaan dari guru beliau Al-imam
Abdullah Bin Alwy Alhaddad untuk melaksanakan da’watul islam.
Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus
kemudian hijrah ke Asia Timur dan sampai di Indonesia, lalu setibanya di pulau
Jawa, tepatnya di Pelabuhan Sunda Kelapa, beliau diusir kembali oleh penjajah
Belanda. Akhirnya dengan bantuan para Muhibbin di malam hari dengan menggunakan
sekoci beliau tiba kembali di Pelabuhan Sunda Kelapa. Beliau kemudian berda’wah
di tanah Batavia ini dan pada saat itu penjajah Belanda sangat sensitif kepada
para ulama karena di Sunda Kelapa ini masih ada bekas-bekas pertempuran Sunda
Kelapa yang berada di bawah pimpinan dari Sunan Gunung Jati Al-imam Syarif
Hidayatullah dan Fatahillah, sehingga penjagaannya sangat ketat dan berakibat
pada dicurigainya Al-Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus sebagai pemberontak,
akhirnya beliau dimasukkan ke dalam penjara, yang berada di sekitar Glodok.
Perjuangan da’wah Al-imam Husein Bin Abu
Bakar Alaydrus sangatlah luar biasa, dan salah satu karomah beliau adalah di
pagi hari beliau berada di dalam penjara sementara anehnya menjelang maghrib
beliau sudah tidak ada di dalam penjara, beliau menyampaikan da’wah-da’wahnya
di musholla dan masjid-masjid, sehingga membuat takut para sipir penjara dan
akhirnya kepala sipir penjara tersebut meminta agar Habib Husein keluar saja
dari dalam penjara tapi beliau menolaknya sampai akhirnya beliau keluar dari
penjara dengan keinginannya sendiri.
Pada suatu ketika di dalam perjalanan
da’wahnya, Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus melihat seorang tentara
Belanda yang memang memiliki akhlak yang baik terhadap beliau, di mana tentara
Belanda ini selalu menegur dan ramah terhadap Beliau. Akhirnya Habib Husein
memanggilnya dan mengatakan bahwa tentara Belanda tersebut kelak akan menjadi
Gubernur, di Batavia. tentara Belanda tersebut berkata sambil tertawa “mana
mungkin aku menjadi seorang Gubernur”. Selang beberapa bulan kemudian sang
tentara Belanda tersebut dipanggil ke negerinya dan kembali ke Batavia untuk
dipercaya menjadi Gubernur.
Sang tentara Belanda yang kini telah menjadi
Gubernur teringat akan Habib Husein dan menemui beliau seraya ta’jub atas
perkataan dari Habib Husein dan sebagai balasannya Tentara ini memberikan
hadiah berupa uang, bahkan emas, tetapi semuanya ditolak oleh Habib Husein.
Karena Gubernur tersebut memaksa, Akhirnya Al-habib Husein Bin Abu Bakar
Alaydrus berkata bahwa jika Engkau ingin memberiku hadiah, maka berikanlah aku
tanah yang berada di luar pelabuhan Sunda Kelapa yang saat itu sedang surut.
Tentara belanda tersebut kaget dan berkata percuma bila Aku berikan tanah
tersebut, sebentar lagi air akan naik dan daratan itu akan terendam air laut.
Al-habib Husein berkata “bila Engkau berikan sekarang, maka mulai saat ini air
tidak akan pernah pasang bahkan hingga yaumil qiyamah”.. Allahu Akbar.. sehingga
akhirnya diberikanlah tanah tersebut.
Al-habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus
memiliki tanah ± 10 hektar dan di atas tanah tersebut, kemudian pertama kali
yang dibangun oleh Al-imam Husein Bin Abu Bakar Alaydrus adalah Masjid,
kemudian rumah beliau yang saat ini menjadi tempat pusaranya beliau. Dan
semenjak itu, dipatok tanah-tanah tersebut yang besarnya ± sampai 10 hektar
dengan pilar dan batang-batang sehingga daerah ini dikenal dengan sebutan “Luar
Batang”, disebabkan diluar pelabuhan Sunda Kelapa muncullah batang-batang. Di sini beliau bersama salah satu muridnya
Haji Abdul Qodir yang merupakan penterjemahnya mengajarkan kepada
murid-muridnya yang dating dari Banten, Indramayu, Cirebon, Tuban Gresik dan
pelosok-pelosok kota lain di Indonesia.
Pendatang dari Hadramaut, Jazirah Arabia,
yang mendirikan Masjid Luar Batang tahun 1736. Ia dihadiahi sebidang tanah di
Kampung Luar Batang yang terletak dekat Pelabuhan Sunda Kelapa oleh jenderal
Belanda karena dianggap telah berjasa. Di tempat ini, ia kemudian menyebarkan
Islam. Ia merupakan putra kedua Siti Fatima. Hal ini tampak pada catatan
tertulis berbingkai di dinding depan pintu makam. Di sebuah marmer yang
menempel pada tembok makamnya, tertulis tanggal kematiannya hari Kamis, 24 Juni
1756. Ia beserta muridnya, Abdul Kadir bin Adam, dimakamkan di masjid. Dulu
makam mereka terletak di dalam masjid, namun karena perluasan bangunan,
kemudian dipindah di luar masjid.
Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus
dilahirkan di Yaman Selatan, tepatnya di daerah Hadhramaut, tiga abad yang
silam. Ia dilahirkan sebagai anak yatim, yang dibesarkan oleh seorang ibu
dimana sehari-harinya hidup dari hasil memintal benang pada perusahaan tenun
tradisional. Husein kecil sungguh hidup dalam kesederhanaan.
Setelah memasuki usia belia, sang ibu
menitipkan Habib Husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima
tempaan pembelajaran thariqah. Di tengah-tengah kehidupan di antara murid-murid
yang lain, tampak Habib Husein memiliki perilaku dan sifat-sifat yang lebih
dari teman-temannya.
Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki
panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka mensiarkan islam ke belahan bumi
Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan
akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan
jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at.
Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan
dari salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India, maka Habib Husein
segera menghampiri ibunya untuk meminta ijin.
Walau dengan berat hati, seorang ibu harus
melepaskan dan merelakan kepergian puteranya. Habib Husein mencoba membesarkan
hati ibunya sambil berkata : “janganlah takut dan berkecil hati, apapun akan ku
hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia bersama kita.” Akhirnya
berangkatlah Al Habib Husein menuju daratan India.
Sampailah Al Habib Husein di sebuah kota
bernama “Surati” atau lebih dikenal kota Gujarat, sedangkan penduduknya
beragama Budha. Mulailah Habib Husein mensi’arkan Islam dikota tersebut dan
kota-kota sekitarnya.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut
membawa Rahmatan Lil-Alamin. Karena daerah yang asalnya kering dan tandus,
kemudian dengan kebesaran Allah maka berubah menjadi daerah yang subur. Agama
Islam pun tumbuh berkembang.
Hingga kini belum ditemukan sumber yang
pasti berapa lama Habib Husein bermukim di India. Tidak lama kemudian ia
melanjutkan misi hijrahnya menuju wilayah Asia Tenggara, hingga sampai di pulau
Jawa, dan menetap di kota Batavia, sebutan kota Jakarta tempo dulu.
Batavia adalah pusat pemerintahan Belanda,
dan pelabuhannya adalah Sunda Kelapa. Maka tidak heran kalau pelabuhan itu
dikenal sebagai pelabuhan yang teramai dan terbesar di jamannya. Pada tahun
1736 M datanglah Al-Habib Husein bersama para pedagang dari Gujarat di pelabuhan
Sunda Kelapa.
Disinilah tempat persinggahan terakhir
dalam mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat pengembangan
ajaran Islam. Ia banyak di kunjungi bukan saja dari daerah sekitarnya,
melainkan juga datang dari berbagai daerah untuk belajar Islam atau banyak juga
yang datang untuk di do’akan.
Pesatnya pertumbuhan dan minat orang yang
datang untuk belajar agama Islam ke Habib Husein mengundang kesinisan dari
pemerintah VOC, yang di pandang akan menggangu ketertiban dan keamanan. Akhirnya
Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya di jatuhi hukuman, dan ditahan
di penjara Glodok.
Istilah karomah secara estimologi dalam
bahasa arab berarti mulia, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia
(terbitan balai pustaka, Jakarta 1995, hal 483) menyebutkan karomah dengan
keramat, diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia
biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan
sebagai khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada seseorang wali
Allah. Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan tingkah laku
seseorang, yang merupakan anugrah Allah karena ketakwaannya, berikut ini
terdapat beberapa karomah yang dimiliki oleh Al Habib Husein bin Abu Bakar
Alaydrus atau yang kita kenal Habib Luar Batang, seorang wali Allah yang lahir
di Jasirah Arab dan telah ditakdirkan wafat di Pulau Jawa, tepatnya di Jakarta
Utara.
1. Menjadi mesin pemintal
Di masa belia, ditanah kelahirannya yaitu
di daerah Hadhramaut – Yaman Selatan, Habib Husein berguru pada seorang Alim
Shufi. Di hari-hari libur ia pulang untuk menyambang ibunya.
Pada suatu malam ketika ia berada di
rumahnya, ibu Habib Husein meminta tolong agar ia bersedia membantu mengerjakan
pintalan benang yang ada di gudang. Habib Husein segera menyanggupi, dan ia
segera ke gudang untuk mengerjakan apa yang di perintahkan oleh ibunya. Makan
malam juga telah disediakan. Menjelang pagi hari, ibu Husein membuka pintu
gudang. Ia sangat heran karena makanan yang disediakan masih utuh belum dimakan
husein. Selanjutnya ia sangat kaget melihat hasil pintalan benang begitu
banyaknya. Si ibu tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya terpikir
bagaimana mungkin hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam
beberapa hari, malah hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib Husein
dijumpai dalam keadaan tidur pulas disudut gudang.
Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada
guru thariqah yang membimbing Habib Husein. Mendengar cerita itu maka ia
bertakbir sambil berucap : “ sungguh Allah berkehendak pada anakmu, untuk di
perolehnya derajat yang besar disisi-Nya, hendaklah ibu berbesar hati dan
jangan bertindak keras kepadanya, rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi
pada anakmu.”
2. Menyuburkan Kota Gujarat
Hijrah pertama yang di singgahi oleh Habib
Husein adalah di daratan India, tepatnya di kota Surati atau lebih dikenal
Gujarat. Kehidupan kota tersebut bagaikan kota mati karena dilanda kekeringan
dan wabah kolera.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut di
sambut oleh ketua adat setempat, kemudian ia dibawa kepada kepala wilayah serta
beberapa penasehat para normal, dan Habib Husein di perkenalkan sebagai titisan
Dewa yang dapat menyelamatkan negeri itu dari bencana.
Habib Husein menyangupi bahwa dengan
pertolongan Allah, ia akan merubah negeri ini menjadi sebuah negeri yang subur,
asal dengan syarat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima Islam
sebagai agamanya. Syarat tersebut juga mereka sanggupi dan berbondong-bondong
warga di kota itu belajar agama Islam.
Akhirnya mereka di perintahkan untuk
membangun sumur dan sebuah kolam. Setelah pembangunan keduanya di selesaikan,
maka dengan kekuasaan Allah turun hujan yang sangat lebat, membasahi seluruh
daratan yang tandus. Sejak itu pula tanah yang kering berubah menjadi subur.
Sedangkan warga yang terserang wabah penyakit dapat sembuh, dengan cara mandi
di kolam buatan tersebut. Dengan demikian kota yang dahulunya mati, kini secara
berangsur-angsur kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera.
3. Mengislamkan tawanan
Setelah tatanan kehidupan masyarakat
Gujarat berubah dari kehidupan yang kekeringan dan hidup miskin menjadi subur
serta masyarakatnya hidup sejahtera, maka Habib Husein melanjutkan hijrahnya ke
daratan Asia Tenggara untuk tetap mensiarkan Islam. Beliau menuju pulau Jawa,
dan akhirnya menetap di Batavia. Pada masa itu hidup dalam jajahan pemerintahan
VOC Belanda.
Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan
oleh kedatangan seorang yang berlari padanya karena di kejar oleh tentara VOC.
Dengan pakaian basah kuyub ia meminta perlindungan karena akan dikenakan
hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa.
Keesokan harinya datanglah pasukan tentara
berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang dikejarnya.
Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata : “Aku akan melindungi
tawanan ini dan aku adalah jaminannya.”
Rupanya ucapan tersebut sangat di dengar
oleh pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi, sedangkan
tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya ia memeluk
Islam.
4. Menjadi Imam di Penjara
Dalam masa sekejab telah banyak orang yang
datang untuk belajar agama Islam. Rumah Habib Husein banyak dikunjungi para
muridnya dan masyarakat luas. Hilir mudiknya umat yang datang membuat penguasa
VOC menjadi khawatir akan menggangu keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta
beberapa pengikut utamanya ditangkap dan di masukan ke penjara Glodok. Bangunan
penjara itu juga dikenal dengan sebutan “Seksi Dua.”
Rupanya dalam tahanan Habib Husein ditempatkan
dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan pengikutnya ditempatkan
di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.
Polisi penjara dibuat terheran-heran karena
ditengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan yang besar, memimpin
shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang subuh masyarakat di luar
pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya dalam waktu yang bersamaan pula polisi
penjara tersebut melihat Habib Husein tidur nyenyak di kamar ruangan yang
sempit itu, dalam keadaan tetap terkunci.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah
bibir dikalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan akhirnya
pemerintah Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib Husein beserta
semua pengikutnya dibebaskan dari tahanan.
5. Si Sinyo menjadi Gubernur
Pada suatu hari Habib Husein dengan
ditemani oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul Kadir duduk
berteduh di daerah Gambir. Disaat mereka beristirahat lewatlah seorang Sinyo
(anak Belanda) dan mendekat ke Habib Husein. Dengan seketika Habib Husein
menghentakan tangannya ke dada anak Belanda tersebut. Si Sinyo kaget dan
berlari ke arah pembantunya.
Dengan cepat Habib Husein meminta temannya
untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar
disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang
pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda itu
melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Kemudian setelah lulus ia di
percaya di angkat menjadi Gubernur Batavia.
6. Cara Berkirim Uang
Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya
telah diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar di negeri
ini, ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu menerima wasiat
dari ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Di wasiatkan kalau memang apa yang
dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan diminta agar ia membalas budi dan
jangan melupakan jasa Habib Husein.
Akhirnya Gubernur Batavia menghadiahkan
beberapa karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterimanya, tetapi
dibuangnya ke laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya, Habib
Husein selalu menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut. Gubernur yang
memberi uang menjadi penasaran dan akhirnya bertanya mengapa uang pemberiannya
selalu di buang ke laut. Dijawabnya oleh Habib Husein bahwa uang tersebut
dikirimkan untuk ibunya ke Yaman.
Gubernur itu dibuatnya penasaran, akhirnya
diperintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang di buang ke laut, walhasil
tak satu keeping uang pun diketemukan. Selanjutnya Gubernur Batavia tetap
berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian ganjil tersebut, maka ia mengutus
seorang ajudan ke negeri Yaman untuk bertemu dan menanyakan kepada ibu Habib
Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur
tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima
sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.
7. Kampung Luar Batang
Gubernur Batavia sangat penuh perhatian
kepada Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein. Jawabnya : “Saya
tidak mengharapkan apapun dari tuan.” Akan tetapi Gubernur itu sangat bijak,
dihadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai tempat tinggal dan
peristirahatan yang terakhir.
Habib Husein telah di panggil dalam usia
muda, ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Meninggal pada hari kamis
tanggal 17 Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. sesuai dengan
peraturan pada masa itu bahwa setiap orang asing harus di kuburkan di pemakaman
khusus yang terletak di Tanah Abang.
Sebagai mana layaknya, jenasah Habib Husein
di usung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di pekuburan
jenasa Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya jenasah Habib Husein
kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam bahasa lain jenasah Habib Husein
keluar dari kurung batang, pengantar jenasah mencoba kembali mengusung jenasah
Habib Husein ke pekuburan yang dimaksud, namun demikian jenasah Habib Husein
tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula.
Akhirnya para pengantar jenasah memahami
dan bersepakat untuk memakamkan jenasa Habib Husein di tempat yang merupakan
tempat rumah tinggalnya sendiri. Kemudian orang menyebutnya “Kampung Baru Luar
Batang” dan kini dikenal sebagai “Kampung Luar Batang.”
Catatan :
Pengalaman masa lampau, tersiar khabar
bahwa Al-Habib Husein membuang sejumlah uang ke laut di daerah “Pasar Ikan”.
Tidak henti-hentinya para pengunjung menyelami tempat itu. Dengan bukti nyata,
mereka mendapatkannya, sedangkan pada waktu itu, untuk dapat bekerja masih
sukar di peroleh. Satu-satunya mata pencaharian yang mudah dikerjakan ialah,
menyelam di laut. Dengan demikian, bangkitlah keramaian dikawasan kota
tersebut, sehingga timbullah istilah “Mencari Duit ke Kota”
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !